cepat dan tepat yang kuinginkan saat itu. Segera ku keluar dari pekerjaan baruku yang sudah 5 bulan itu. Ku juga keluar dari band ku yang penuh dengan harapan. Kupulang kerumah dan mulai menjaga ayahku bersama kakak perempuanku yang belum mendapat panggilan kerja dan menunggu
kakak perempuanku bekerja
kusyukuri itu dengan sangat. Ia mulai beraktifitas normal lagi seperti orang biasanya. Dan aku mengagntikan posisinya selama ini. Menjaga orang tuaku yang sakit stroke dari bulan nopember 2007 itu. Aku hanya berdua dengan ayahku di rumah mulai saat itu. Aku belajar apapun yang aku sukai demi memanfaatkan waktu yang terus bergulir. Ku belajar sulap banyak baca buku mengenai agama. Heheheee uang di kantongku pun tipis dan menipis sampai sampai suka nggak ada uang. Ngutang. Heheheee nggak apa apa aku yakin pasti aku kuat. Kakak pertamaku mulai bekerja di tanjung priok dan lama tak pulang. Frekuensi pulangnya hanya 7%. heheheee nggak apa apa lah itu hidup masing masing punya kesadaran. Kakakku yang pertama juga tak mengirimkan uang speri yang aku sengaja contohkan dulu saat aku bekerja. Ternyata kakakku yang perempuan juga begitu. Dia selalu beralasan bahwa uang gajinya kurang keperluan wanita nggak sperti keperluan laki laki.
Sebenarnya aku nggak bisa memaklumi alasan itu. Walau 50ribu bagiku itu sudah cukuplah sebulan sekali. Tapi yang mereka lakukan hanyalah kosong nol. Tanpa ada uang yang ia kasih untuk ayahku atau aku yang hanya bisa terpaku dirumah bersama ayahku. Aku sedih karena ini. Kedua kakakku telah mengkhianati kebaikkanku dulu saat aku dulu bekerja yang bisa memberi uang ratusan ribu setiap bulannya.
Nb: maaf pemuatan nominal bukan karena unsur tak ikhlas hanya sebuah ungkapan kekecewaan atas pengkhianatan kebersamaan.
Pahlawan keluargaku.
Kakakku yang kedua sedang bekerja di kapal pesiar. Penghasilan dia sangat lumayan. Diapun tanpa merasa rugi seperti aku dulu memberikan uang setiap bulannya untuk ayahku 2 juta rupiah. Sangat jauh dibanding aku yang hanya bisa ratusan ribu saja. Dan sangat jauh jauh banget dengan 2 kakakku yang lainnya yaitu si nomor 1 dan nomor 3 yang perempuan. Kedua duanya ompong sperti lupa jasa ayahku. Ini serius dan sangat serius karena mata melihat bathinku merasakan. Mereka seperti tidak peduli dan menikmati dunia hidupnya yang baru. Kakakku yang kedua mulai memberikan uang kiriman ke aku sebesar 2 juta rupiah setiap bulannya. Akupun manfaatkan baik baik. Dan sangat menjaga uang itu agar tidak dipakai selain keperluan yang penting untuk ayahku dan aku.
Aku belajar memasak.
Untuk mengirit pengeluaran rumah aku harus bisa masak. Saat ini ku punya kekasih yang sangat sayang kepadaku dan memaklumi jalan hidup yang sedang kujalani ini. Ku buat suasana yang indah saat itu walau dalam suasana yang kelam. Telephone saat itu 1000 sejam aku manfaatkan agar kekasihku mengajarkan aku memasak sayur asem, sayur sop, dan banyak lagi aku bisa karena pelajaran memasak itu. Aku niatkan lagi untuk menikahinya. Tapi ayah dan beberapa keluarga belum yakin dengan apa yang aku jalani saat ini. Ada pekataan yang menyakitkan untukku saat itu dan akupun hafal hingga kini. Perkataannya seperti ini. “ kalau mau nikah istrinya mau dikasih makan apaan ? “ wah tersontak aku kaget. Sakit ditelinga dan bathinku keras terasa pasalnya aku bisa mencari uang kalau saja masalah ayahku sakit nggak terjadi. Aku sangat kecewa dengan perkataan itu. Sangat.
Ayahku sakit keras sekali.
Mengigil lalu Panas tinggi berulang ulang ayah ku rasakan itu. Bodohnya aku tak tahu sebab apa yang ayahku derita. Di pikiran ku hanya penyakit strokenya saja mungkin kambuh. Sangat bodoh aku. Aku tak pernah ingin menjadi orang yang tak mengerti seperti ini. Semakin lama sakit panas dan mengigil ayahku semakin terus kambuh. Aku bingung besar dan sangat bersedih. Aku tidak mau kecolongan karena aku merasa tidak bodoh dan tidak mau menjadi orang yang tidak mengeti dengan apa yang aku hadapi. Masuklah ayahku kerumah sakit selama 2 minggu. Beberapa hari masih menggigil dn panas tinggi disana. Aku sedih sangat yang menyengat bathinku. Aku pelajari sakit ayahku dari dokter dokter dan suster suster. Ada beberapa info dan kesimpulan yang aku dapat dari mereka. Suatu ketika ayahku perlu darah karena hb yang terkandung dalam darah menipis dan perlu transfusi. Darah yang tersedia di rumah sakit habis. Dan menyuruhku untul mengambil langsung di pmi. Segera aku kesana PMI salemba. Sedangkan ayahku di jaga oleh kakak perempuanku. Saat itu jam 10 malam aku sampai di PMI salemba. Mencri informasi ternyata aku harus menunggu sampai pukul 3:45 pagi. Aku sangat tenang mendengar kabar itu karena walau terlambat aku pasti dapat darah untuk ayahku. Dingin menyengat disana. Rasa kantukku mulai mendera aku harus tidur karena kelelahan ini, aku tertidur di tangga keramik tanpa alas koran dingin itu menyerang tapi terkalahkan dengan rasa ngantukku. Beberapa menit aku bangun dan melihat jam menunggu pukul 3:45. lalu aku tertidur lagi hingga pukul 3:30. aku terbangun dan menunggu panggilan nama ayahku yang nanti disebutkan. Lalu darah itupun ditanganku pukul 4:00 aku dapat aku senang dan berharap ayahku masih bisa bertahan dalam pembaringannya. Aku berkata dalam hati “ pah, aku dapat bertahanlah” sesampai dirumah sakit kuserahkan darah itu ke laboratorium dan aku kembali ke kamar ayahku yang dirawat.
kakak perempuanku bekerja
kusyukuri itu dengan sangat. Ia mulai beraktifitas normal lagi seperti orang biasanya. Dan aku mengagntikan posisinya selama ini. Menjaga orang tuaku yang sakit stroke dari bulan nopember 2007 itu. Aku hanya berdua dengan ayahku di rumah mulai saat itu. Aku belajar apapun yang aku sukai demi memanfaatkan waktu yang terus bergulir. Ku belajar sulap banyak baca buku mengenai agama. Heheheee uang di kantongku pun tipis dan menipis sampai sampai suka nggak ada uang. Ngutang. Heheheee nggak apa apa aku yakin pasti aku kuat. Kakak pertamaku mulai bekerja di tanjung priok dan lama tak pulang. Frekuensi pulangnya hanya 7%. heheheee nggak apa apa lah itu hidup masing masing punya kesadaran. Kakakku yang pertama juga tak mengirimkan uang speri yang aku sengaja contohkan dulu saat aku bekerja. Ternyata kakakku yang perempuan juga begitu. Dia selalu beralasan bahwa uang gajinya kurang keperluan wanita nggak sperti keperluan laki laki.
Sebenarnya aku nggak bisa memaklumi alasan itu. Walau 50ribu bagiku itu sudah cukuplah sebulan sekali. Tapi yang mereka lakukan hanyalah kosong nol. Tanpa ada uang yang ia kasih untuk ayahku atau aku yang hanya bisa terpaku dirumah bersama ayahku. Aku sedih karena ini. Kedua kakakku telah mengkhianati kebaikkanku dulu saat aku dulu bekerja yang bisa memberi uang ratusan ribu setiap bulannya.
Nb: maaf pemuatan nominal bukan karena unsur tak ikhlas hanya sebuah ungkapan kekecewaan atas pengkhianatan kebersamaan.
Pahlawan keluargaku.
Kakakku yang kedua sedang bekerja di kapal pesiar. Penghasilan dia sangat lumayan. Diapun tanpa merasa rugi seperti aku dulu memberikan uang setiap bulannya untuk ayahku 2 juta rupiah. Sangat jauh dibanding aku yang hanya bisa ratusan ribu saja. Dan sangat jauh jauh banget dengan 2 kakakku yang lainnya yaitu si nomor 1 dan nomor 3 yang perempuan. Kedua duanya ompong sperti lupa jasa ayahku. Ini serius dan sangat serius karena mata melihat bathinku merasakan. Mereka seperti tidak peduli dan menikmati dunia hidupnya yang baru. Kakakku yang kedua mulai memberikan uang kiriman ke aku sebesar 2 juta rupiah setiap bulannya. Akupun manfaatkan baik baik. Dan sangat menjaga uang itu agar tidak dipakai selain keperluan yang penting untuk ayahku dan aku.
Aku belajar memasak.
Untuk mengirit pengeluaran rumah aku harus bisa masak. Saat ini ku punya kekasih yang sangat sayang kepadaku dan memaklumi jalan hidup yang sedang kujalani ini. Ku buat suasana yang indah saat itu walau dalam suasana yang kelam. Telephone saat itu 1000 sejam aku manfaatkan agar kekasihku mengajarkan aku memasak sayur asem, sayur sop, dan banyak lagi aku bisa karena pelajaran memasak itu. Aku niatkan lagi untuk menikahinya. Tapi ayah dan beberapa keluarga belum yakin dengan apa yang aku jalani saat ini. Ada pekataan yang menyakitkan untukku saat itu dan akupun hafal hingga kini. Perkataannya seperti ini. “ kalau mau nikah istrinya mau dikasih makan apaan ? “ wah tersontak aku kaget. Sakit ditelinga dan bathinku keras terasa pasalnya aku bisa mencari uang kalau saja masalah ayahku sakit nggak terjadi. Aku sangat kecewa dengan perkataan itu. Sangat.
Ayahku sakit keras sekali.
Mengigil lalu Panas tinggi berulang ulang ayah ku rasakan itu. Bodohnya aku tak tahu sebab apa yang ayahku derita. Di pikiran ku hanya penyakit strokenya saja mungkin kambuh. Sangat bodoh aku. Aku tak pernah ingin menjadi orang yang tak mengerti seperti ini. Semakin lama sakit panas dan mengigil ayahku semakin terus kambuh. Aku bingung besar dan sangat bersedih. Aku tidak mau kecolongan karena aku merasa tidak bodoh dan tidak mau menjadi orang yang tidak mengeti dengan apa yang aku hadapi. Masuklah ayahku kerumah sakit selama 2 minggu. Beberapa hari masih menggigil dn panas tinggi disana. Aku sedih sangat yang menyengat bathinku. Aku pelajari sakit ayahku dari dokter dokter dan suster suster. Ada beberapa info dan kesimpulan yang aku dapat dari mereka. Suatu ketika ayahku perlu darah karena hb yang terkandung dalam darah menipis dan perlu transfusi. Darah yang tersedia di rumah sakit habis. Dan menyuruhku untul mengambil langsung di pmi. Segera aku kesana PMI salemba. Sedangkan ayahku di jaga oleh kakak perempuanku. Saat itu jam 10 malam aku sampai di PMI salemba. Mencri informasi ternyata aku harus menunggu sampai pukul 3:45 pagi. Aku sangat tenang mendengar kabar itu karena walau terlambat aku pasti dapat darah untuk ayahku. Dingin menyengat disana. Rasa kantukku mulai mendera aku harus tidur karena kelelahan ini, aku tertidur di tangga keramik tanpa alas koran dingin itu menyerang tapi terkalahkan dengan rasa ngantukku. Beberapa menit aku bangun dan melihat jam menunggu pukul 3:45. lalu aku tertidur lagi hingga pukul 3:30. aku terbangun dan menunggu panggilan nama ayahku yang nanti disebutkan. Lalu darah itupun ditanganku pukul 4:00 aku dapat aku senang dan berharap ayahku masih bisa bertahan dalam pembaringannya. Aku berkata dalam hati “ pah, aku dapat bertahanlah” sesampai dirumah sakit kuserahkan darah itu ke laboratorium dan aku kembali ke kamar ayahku yang dirawat.